"Aku
bukan wonder womanmu yang bisa terus menahan rasa sakit karena
mencintaimu"
"Hatiku ini bukanlah hati yang tercipta
dari besi dan baja, hatiku ini bisa remuk dan hancur"
Cuplikan lirik lagu jadulnya "Mulan
Jameela" mengingatkan saya pada cerita seorang teman.
"Suami saya pemabuk dik Irene. Penjudi,
suka nyawer biduan dangdut. Dia tidak paham tanggung jawabnya. Anak-anak
terlantar, kami tidak punya uang waktu itu."
Aku menyimak menatap wajah cantiknya tanpa
berkedip. Aku memanggilnya "kak Suci" (bukan nama sebenarnya. Ga usah
kepo siapa dia).
"Saat itu saya tinggal dirumah mertua.
Mertua saya tidak peduli dengan perilaku suami saya. Bahkan kerap kali saya
yang selalu salah dan dikatakan tidak tahu diri, tidak tahu malu, sudahlah
numpang dirumah mertua, tidak pernah ngasih uang sedikitpun untuk makan, bayar
listrik,dll. Begitupun dengan ipar-ipar saya, mereka semua memandang sebelah
mata pada saya."
"Rumah itu bagaikan neraka bagi saya.
Rasanya saya ingin akhiri saja rumah tangga saya. Tapi saya gamang. Saya punya
anak perempuan kembar yang masih butuh sosok seorang ayah."
"Dik Irene bisa bayangkan, bagaimana
rasanya menjadi saya saat itu ?"
Aku masih terdiam menatap wajah cantiknya.
Kerongkonganku tercekat. Bahkan aku tak sanggup untuk menelan air liurku
sendiri. Aku tak sanggup membayangkan andai aku yang berada pada posisi kak
Suci. Ooohhh tidaaaakkk !!!!
"Saat itu untuk pulang dan mengadu pada
orang tua saya malu." Kak Suci tertunduk untuk mengusap matanya yang
berair.
"Namun saya masih ingat, saya punya Allah
dik Iren. Walau dalam rasa yang tidak menentu, saat saya merasa tidak memiliki
siapapun untuk menampung curhat saya, saya gelar sajadah saya untuk curhat
walau dalam hati, tak berani bersuara karena takut terdengar oleh orang rumah.
Saya menangis dalam diam diatas sajadah saya. Saya mohon Allah berikan jalan
keluar terbaik dengan cara Allah."
"Setiap malam saya mengaji dengan suara
rendah, bahkan dalam hati, karena ibu mertua dan ipar-ipar saya tidak suka bila
ada yang mengaji dengan suara keras. Saya lakukan itu setiap malam sambil
menunggu suami saya pulang mabuk, pulang judi atau pulang nonton dangdut.
Untungnya dia kalo pulang ga berisik, jadi ga ngebangunin orang rumah"
Aku mulai tidak mampu menahan jatuhnya embun
hangat disudut mataku. Kupegang erat tangannya. kak Suci tersenyum kuat.
"Suatu hari datang bude dari Jawa. Beliau
kakak kandung ayah mertuaku. Bude ini sudah janda, tidak memiliki anak, tapi beliau seorang pengusaha
sukses. Bude ini orang yang berperangai tegas tapi lembut hatinya. Ternyata
selama ini kehidupan keluarga mertuaku dibiayai oleh bude 100%. Maka pastilah
saat bude datang, bude akan menjadi raja dirumah kami."
"Kedatangan bude mengubah semuanya. Ibu
mertuaku tidak pernah marah-marah padaku. Ipar-iparku pun bersikap baik padaku.
Namun suamiku tetap saja tidak mengubah kebiasaan buruknya. Hingga akhirnya suamiku
terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) raja singa. Kelaminnya mengeluarkan
nanah. Demam tinggi, daya tahan tubuhnya lemah.” Kak Suci berhenti sejenak
mengusap air matanya.
“Saat
itu saya merasa percuma saya sholat, percuma saya mengaji. Saat itu saya merasa
Allah tidak pernah mendengar do’a – do’a saya. Bukan suami yang menyadari
kekeliruannya, namun mengapa disaat kami benar-benar tidak punya uang sama
sekali Allah turunkan azab bagi suamiku. Namun sekali lagi, karena aku merasa
tidak memiliki siapapun, aku tetap datang kepada Allah, marah didalam sujudku.”
Pecah tangisnya
“Apalagi
ini ya Allah….!!! Apalagi….!!! Apakah ENGKAU sang maha kuasa sebegini tega pada
diriku yang sungguh sudah tidak berdaya ! aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi
ya Allah !! aku sudah tidak mengerti lagi akan meminta apalagi dariMU !!”
“Bude
mendatangiku, bersedia meminjamkan uangnya untuk pengobatan suamiku. Aku bingung
menerima tawaran bude. Bagaimana caraku mengganti, karena kami tidak memiliki
sumber penghasilan darimanapun. Bude mengatakan, setelah suamiku sembuh, aku
bisa bekerja di butiknya dengan membawa kedua puteri kembarku. Aku mulai
menyesal. Aku mulai berbaik sangka pada Allah. Aku merasa bude adalah malaikat
yang Allah kirimkan untukku.” Aku menghela nafas sebentar untuk menanti
kelanjutan cerita kak Suci.
“Aku
merawat dan melayani suamiku yang sedang sakit. Bila suami mengerang kesakitan,
aku langsung berwudhu dan mengaji didekat kepalanya hingga ia tertidur. Selama 1
minggu aku lakukan hal itu. Hingga disuatu malam aku terjaga dari tidurku,
kulihat suamiku sholat dengan mata sembab bercucuran air mata. Mataku melotot
tak berkedip, menunggu ia mengucapkan salam untuk mengakhiri sholatnya. Suamiku
menoleh kearahku. Aku masih terpaku diatas tempat tidur. Sejenak mata kami
saling memandang. Suamiku merangkak mendekatiku, memeluk kedua kakiku dan
kemudian menangis memohon maaf. Aku langsung tersadar. Kutegakkan tubuhnya “abang
tidak patut menangis dikakiku”
“Suci,
aku bukan hanya tidak patut menangis dikakimu, tapi aku juga sebenarnya tidak
patut menjadi suamimu!” Tangisku pecah. Kupeluk tubuh suamiku erat. “Ya Allah,
ya Rabb, terima kasih ! Memang hanya ENGKAU sang pemilik hati !
“Sejak
malam itu, aku merasa memiliki semangat baru. Semangat berpuluh-puluh kali
lipat dibanding hari-hari sebelumnya. Aku melihat masa depan yang sangat cerah
mulai mendekat. Walau kami masih belum memiliki harta apapun, namun aku serasa
memiliki hidup baru yang sangat membahagiakan.”
“Suamiku
mendatangi bude, memohon agar ia saja yang bekerja dikantor bude. Suami ingin
aku tetap dirumah mengurus puteri kembar kami. Bude setuju. Suamiku bekerja
sebagai security di perusahaan konveksi milik bude. Bahkan bude memberikan
fasilitas rumah kontrakan yang dekat dengan tempat suamiku bekerja.” Kak Suci
menghela nafas dalam, menatapku dengan tersenyum. Akupun tersenyum menatap
matanya yang berpendar.
“Ternyata
benar dik Iren. Bude adalah malaikat yang Allah kirim untuk menjawab do’a-do’aku.
Saat suami ingin mencicil biaya rumah sakit, bude menolak. Bude mengatakan
beliau ikhlas, itu adalah tabungan amal beliau untuk kehidupan beliau nanti. Bude
hapuskan hutang kami. Bude hanya meminta 1 hal, aku mengajarinya mengaji.” Kak Suci
tersenyum sumringah saat mengucapkan kalimat terakhir itu.
“Kini
setiap sore bude datang ke rumah kami untuk mengaji, atau kadang-kadang kami
yang silaturahmi ke rumah bude. Suamiku akhirnya dipercaya menjadi kepala
security dikantor bude. Alhamdulillah kini suamiku tidak pernah lagi
meninggalkan sholatnya, tidak pernah lagi menyentuh minum-minuman haram, bahkan
sudah berhenti merokok, sejak aku hamil yang kedua kalinya. Anak ketigaku
laki-laki dik Iren. Kemarin ulang tahun pernikahan kami yang ke-17. Sweet seventeen
kata orang. Bude membeli rumah kontrakan yang kami tinggali dan memberikan sertifikat
rumah sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kami. Sungguh saya tidak pernah
membayangkan, bertubi-tubi kenikmatan yang Allah berikan kepada kami. Saya sungguh
malu dik Iren. Saya malu pernah marah kepada Allah, dan pernah berhitung percuma
untuk setiap ibadah yang kulakukan, padahal janji Allah itu nyata.”
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
(QS. Ath Tholaq: 2-3)”
(Penulis mendapat amanah untuk menjaga privacy narasumber. Mohon dipahami untuk tidak menanyakan apapun terkait dengan identitas narasumber)
SILAHKAN COPAS ATAU SHARE DENGAN MENYERTAKAN LINK BLOG INI.
DILARANG KERAS MENGGUNAKAN IDE CERITA INI UNTUK TUJUAN KOMERSIL